Padang, 15 Januari 2012
Assalamualaikum, Sayang.. (Mungkin seperti
ini kamu akan aku panggil nantinya)
Apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja..
Sayangku, sedang mencarikukah kamu saat ini?
Sedang bertanya-tanyakah kamu dimanakah jodohmu ini tersesat? Hehehe.. Jangan
khawatir ya, Sayang. Aku baik-baik saja secara fisik. Ada yang ingin aku
sampaikan kepadamu melalui surat ini. Aku ingin kamu baca. Kalau sekiranya ada
yang ingin kamu tanyakan kepadaku, tanyakanlah ketika nanti kita telah bersua..
Sayangku,..
Aku ingin menceritakan dan meminta
sesuatu kepadamu. Mungkin tadi aku berkata aku baik-baik saja, tapi ada satu
bagian dari diriku yang sedang hancur dan masih ingin aku kemasi kepingannya.
Hati.
Ya. Hatiku saat ini sedang dalam kondisi yang
sangat tidak baik. Aku telah terlanjur memberikan hatiku pada seseorang yang
ternyata tidak serius menjalin hubungan denganku. Dia, tadinya, membuatku
sangat yakin kalau dia ingin membangun hubungan yang baik denganku sampai ke
jenjang pernikahan. Jangan kamu salah menanggapi. Aku tidak ingin kamu marah
padanya ataupun membencinya. Selama berpacaran denganku dia sangat baik. Selama
itu dia memperlihatkan sikap bahwa ia ingin serius. Hanya saja karena satu dan
lain hal di akhir cerita tiba-tiba ia mundur. Ia berkata sikap dan sifatku sama
sekali tidak cocok dengannya. Sesuatu yang aneh sebenarnya kalau ia baru
menyadari mengingat sudah 8 tahun kami berteman dan hampir satu tahun
berpacaran. Dan Ia sama sekali tidak mau memberikan kesempatan kepada hubungan
kami untuk diperbaiki.
Kamu tau, Sayang?
Aku hancur. Aku tau aku punya kekurangan.
Tapi seharusnya Ia sadar, sebagai sesama manusia iapun juga tak luput dari
kesalahan. Tapi mengapa hanya kesalahanku yang terlihat?
Sayangku, lama aku terpuruk dalam
ketidakpercayaan diri karena kegagalan hubunganku sebelumnya. Mungkin kamu
bertanya, mengapa begitu sulit bagiku melepasnya? Mungkin kalau bisa kujawab,
karena ia tak hanya berhenti menjadi kekasihku tapi juga sahabatku. Aku terlanjur
menyayangi keluarganya layaknya keluargaku. Tapi bahkan untuk itupun sangat
sulit, karena bila tak lagi menjadi kekasih, tak lagi menjadi sahabat,
bagaimana aku dapat mengungkapkan sayangku kepada keluarganya? Tak lazim.
Begitu katanya padaku.
Sekarang, cerita tentang dia telah usai.
Kalau kamu ingin tahu, aku masih tetap menganggapnya sahabat walaupun Ia tak
ingin begitu. Bagaimanapun dia juga telah memberikan kebahagiaan kepadaku saat
masih bersamanya. Aku juga sama sekali tidak menyangkal. Tapi aku hanya akan
menganggapnya sahabat. Tak lebih.
Yang ada di pikiranku saat ini dan ke
depannya hanya keluargaku dan kamu. Aku berusaha menjadi lebih baik agar aku
dipertemukan Allah denganmu. Aku berusaha memperbaiki ibadahku agar aku
dipertemukan denganmu yang rajin beribadah. Aku berusaha memperbaiki hatiku
agar aku dipertemukan denganmu yang baik hatinya.
Dan aku ingin meminta sesuatu.
Sayang, jangan kau datang kepadaku saat ini.
Tunggulah sebentar lagi. Bersabarlah.
Karena kalau kamu bertemu aku sekarang,
mungkin aku tidak akan mengenalimu. Bahkan mungkin aku tidak menggubrismu.
Sekuat apapun usahamu untuk membuat aku cinta, akan sia-sia. Karena kalaupun
aku paksakan untuk mencintaimu, hanya akan jadi perasaan yang palsu tidak
bermakna. Aku tidak ingin itu.
Tunggulah sesaat lagi. Tak akan lama.
Aku sedang memperbaiki hatiku yang tlah pecah
berkeping. Mungkin memang tak sebaik sebelumnya, tapi aku ingin saat aku
bertemu denganmu hatiku telah kembali utuh. Aku ingin tak ada yang lain di
hatiku saat kita bertemu. Yang terlebih penting, aku tidak ingin menjadikanmu
pelarianku.
Tak apa kita mundur selangkah, untuk kita
maju seribu langkah.
Kamu setuju kan, Sayang?
Oke, kali ini mungkin itu dulu yang ingin aku
utarakan. Begitu aku ingin menceritakanmu hal lainnya, aku akan menyuratimu
lagi. Baik-baik, Sayang. Jaga dirimu untuk aku, seperti saat ini aku sekuat
tenaga menjaga diriku untuk kamu.
I (will) Love you.
Wassalam,
Calon Istrimu yang sedang menata hati.
0 komentar:
Posting Komentar